Rabu, 10 Maret 2010



MANAJEMEN
PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN (IB)
PADA SAPI POTONG
DI WILAYAH KERJA KECAMATAN DAN KABUPATEN



MAKALAH


Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
Bahasa Indonesia Keilmuan
Yang dibina oleh: Bapak Didin Widyartono

Oleh
Anugerah Candra Dinata
0910553012

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2009

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................... i

I. PENDAHULUAN
1.1. Analisa Situasi 1
1.2. Rumusan Masalah 1
1.3. Tujuan Praktek Kerja Lapang 1
1.4. Khalayak Sasaran 1
1.5. Kegunaan 1

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Inseminasi Buatan 2
2.2. Keuntugan dan Kerugian Sistim Inseminasi Buatan 2
2.3. Deteksi Birahi pada Sapi Potong 2
2.4. Waktu Optimum untuk Pelaksanaan Inseminasi Buatan 2
2.4.1. Teknik Inseminasi Buatan 3
2.4.2. Evaluasi Keberhasilan Inseminasi Buatan 3

III. METODE KEGIATAN
3.1. Waktu dan Lokasi Kegiatan 5
3.2. Materi 5
3.3. Metode Kegiatan 5
3.4. Aspek Pengamatan 5
3.5. Batasan Istilah 6

IV. HASIL DAN EVALUASI KEGIATAN
4.1. Keadaan Umum Lokasi 7
4.2. Teknik Perkawinan 7
4.3. Penyediaan Straw dan Nitrogen Cair 7
4.4. Perlengkapan dan Peralatan Inseminasi Buatan 8
4.5. Deteksi Birahi 9
4.6. Menentukan Waktu Inseminasi 9
4.7. Pengamatan Ternak Sebelum Inseminasi Buatan 10
4.8. Persiapan Inseminasi 10
4.9. Pelaksanaan Inseminasi 11
4.10. Pencatatan Hasil Inseminasi Buatan 11
4.11. Evaluasi Keberhasilan Inseminasi Buatan 11

V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 12
5.2 Saran 12

VI. DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 14


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Analisa Situasi
Usaha meningkatkan populasi ternak sapi potong dapat dilakukan dengan sistem Inseminasi Buatan (IB). Inseminasi Buatan adalah sistim perkawinan dengan cara memasukan atau deposisi semen kedalam saluran kelamin betina dengan menggunakan alat insemination gun dengan bantuan manusia inseminator (Ihsan, 1997).
Peternakan besar maupun peternakan kecil telah membuktikan bahwa IB merupakan bioteknologi yang tepat guna dan berperan penting dalam peningkatan mutu genetik (Penington, 2003).
Perkembangan program IB di wilayah ini cukup baik, hal ini terlihat dengan semakin banyaknya peternak yang menggunakan teknologi IB tersebut dari sejak pertama teknologi ini dikenalkan.

1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam PKL ini adalah sejauh mana pelaksanaan IB pada sapi potong yang diterapkan di wilayah Kecamatan, dan Kabupaten.

1.3. Tujuan
Tujuan dari PKL ini adalah untuk mengkaji dan mengetahui aplikasi pelaksanaan IB pada Sapi Potong di Wilayah Kecamatan, dan Kabupaten serta mendapatkan pengetahuan serta ketrampilan yang lebih dalam melaksanakan IB pada sapi potong.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Iseminasi Buatan
Pengetahuan peternak mengenai IB yang tertua terdapat dalam buku-buku Bangsa Arab kuno pada abad ke-14. Inseminasi Buatan pertama kali dilakukan pada kuda dan secara intensif oleh para ilmuwan pada tahun 1900, seperti ilmuwan dari Rusia yang bernama Ivanoff yang menginseminasi kuda, sapi, dan domba. Tehnologi ini pertama kali dilakukan pada tahun 1936 di Denmark oleh Sorensen dan Gylling, setelah itu berkembang pesat di dunia sampai menembus Benua Amerika sekitar tahun 1937 (Partodiharjo, 1992).
Inseminasi Buatan dikenalkan pertama kali di Indonesia pada permulaan tahun 1950-an di Fakultas Kedokteran Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Tahun 1973, IB mulai dilakukan dengan menggunakan semen beku bantuan dari luar negeri (Toelihere, 1993).

2.2. Keuntugan dan Kerugian Sistim Inseminasi Buatan
Menurut Susilawati (2002), keuntungan IB adalah peningkatan reproduksi yang dapat dilihat dari tercapainya selang beranak ideal, yaitu 12 sampai 14 bulan, perkawinan pasca beranak 60 sampai 80 hari, CR 60% dari inseminasi pertama dan S/C berkisar antara 1,6 sampai 2,0.
Menurut (Partodiharjo, 1992), kerugian dari sistem IB adalah pemilihan pejantan yang tidak sempurna akan mengakibatkan abnormalits genetik pada pedet yang dilahirkan, inseminator yang kurang berpengalaman akan menyebabkan rendahnya persentase kebuntingan dan kesukaran dengan semen segar dari ternak jantan yang mempunyai satu garis keturunan akan menyebabkan terjadinya Inbreeding yang sangat merugikan.



2.3. Deteksi Birahi pada Sapi Potong
Menurut Toelihere (1993) Guna mengetahui sapi yang sedang birahi, umumnya ditandai dengan tingkah laku ternak yang mempunyai ciri-ciri antara lain nafsu makan kurang, keluar lendir bening dari vulva, sering menguak dan gelisah serta menaiki sapi yang lain.

2.4. Waktu Optimum untuk Pelaksanaan Inseminasi Buatan
Waktu optimum untuk melakukan inseminasi, yaitu 6 sampai 28 jam setelah estrus pertama, fase yang terahir ini sudah mulai masuk fase metestrus, tetapi masih bisa melakukan inseminasi, karena ovulasi terjadi menjelang akhir dari estrus, sedangkan excellent time untuk melakukan inseminasi pada jam ke-9 sampai jam ke-24. Waktu pelaksanaan IB harus diperhitungkan dengan proses kapasitasi spermatozoa, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh spermatozoa untuk proses pematangan kembali (kapasitasi) pada saluran reproduksi betina sebelum membuahi ovum (Toelihere, 1993).

2.4.1. Teknik Inseminasi Buatan
Ihsan (1997) mengatakan ada dua teknik inseminasi, yaitu menggunakan metode speculum atau vaginoscope dan metode rectovaginal.
1.Speculum atau vaginoscope
Metode speculum atau vaginoscope tidak efektif pada sapi, karena membutuhkan tabung speculum yang banyak dan membutuhkan sterilisasi, sehingga tidak efisien. Tetapi, metode ini tidak membutuhkan keterampilan dan banyak latihan, karena lebih mudah dilakukan (Ihsan, 1997).
2.Metode Rectovaginal
Semen yang digunakan pada metode ini adalah semen beku dengan menggunakan peralatan insemination gun untuk deposisi semen dalam bentuk straw kedalam alat kelamin betina. Alat ini terbuat dari stainless steel yang diselubungi plastic sheat. Peralatan lainnya dalam metode ini adalah container yang berisi nitrogen cair untuk menyimpan semen beku yang terbuat dari alumunium (Toelihere, 1993).


2.4.2. Evaluasi Keberhasilan Inseminasi Buatan
Parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi reproduksi, yaitu Service per Conceptrion S/C, Conception Rate CR dan Calving Interval C) dengan menggunakan data sekunder dari recording reproduksi (Susilawati, 2002).
Menurut (Toelihere, 1993), Service per Conception S/C, merupakan bilangan yang menunjukkan service atau inseminasi per kebuntingan. Kisaran S/C yang normal adalah 1,6 sampai 2,0. Service per Conception dapat dihitung dengan cara :
S/C
Menurut Wiryosuhanto (1990) Conception Rate CR adalah persentase kebuntingan sapi betina pada pelaksanaan IB pertama dan dapat dipakai sebagai alat ukur tingkat kesuburan. Ternak yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi, CR bisa mencapai 60% sampai 70% dan apabila CR setelah inseminasi pertama lebih rendah dari 60% sampai 70% berarti kesuburan ternak terganggu atau tidak normal.Conception Rate juga dapat dihitung dengan cara :
CR
Calving Interval (CI) adalah periode dua waktu beranak yang berhasil dan berurutan pada sapi dan merupakan jumlah waktu dari lama bunting dan lama waktu kosong. Calving Interval sapi yang optimal adalah 12 sampai 13 bulan. Kegagalan kebuntingan berarti memperpanjang selang beranak dan menyebabkan produksi anak yang dihasilkan dalam satuan waktu tertentu berkurang (Anonymous, 2004).







BAB III
MATERI DAN METODE KEGIATAN

3.1. Materi
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi potong betina milik peternak yang ada di Wilayah Kecamatan, dan Kabupaten.

3.2. Metode Kegiatan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi secara langsung terhadap peternak dan ternaknya serta terlibat langsung ke lapang (aplikatif) di Wilayah Kerja Kecamatan, dan Kabupaten. Data selanjutnya diolah secara deskriptif, yaitu membandingkan hasil praktek dengan teori yang sudah ada.

3.3. Aspek Pengamatan
Aktifitas yang akan dilaksanakan pada pelaksanaan PKL adalah :
1.Mengamati penerapan sistem perkawinan secara langsung, apakah peternak menggunakan IB atau kawin alam dalam mengawinkan sapinya?
2.Pendeteksian birahi sebagai landasan keputusan peternak dalam mengawinkan sapinya dan inseminator dalam melaksanakan IB.
3.Tanda-tanda birahi, seperti nafsu makan kurang, keluar lendir bening dari vulva dan tidak putus-putus, sering menguak dan gelisah dan menaiki sapi yang lain.
4.Metode IB yang diterapkan, apakah inseminator menggunakan metode vaginoscope atau rectovaginal?
5.Deposisi semen yang benar, apakah intra uteri, intra cervix atau intra vagina?
6.Serta menghitung Service per Conception dan Conception Rate





3.4. Batasan Istilah
1.Inseminasi Buatan
Pendeposisian semen kedalam organ reproduksi betina melalui vulva dengan insemination gun hingga menembus cincin cervix dan mencurahkan kedalam uteri oleh bantuan manusia (inseminator).
2.Service per Conception
Service per Conception merupakan bilangan yang menunjukkan service atau inseminasi per kebuntingan.
3.Conception Rate
Conceptio Rate merupakan persentase kebuntingan pada IB pertama dan dapat dipakai sebagai alat ukur tingkat kesuburan ternak.
4.Calving Interval
Calving Interval adalah periode dua waktu beranak yang berhasil dan berurutan pada sapi dan merupakan jumlah waktu dari lama bunting dan lama waktu kosong.

















BAB IV
HASIL DAN EVALUASI KEGIATAN

4.1. Teknik Perkawinan
Sistem perkawinan yang digunakan oleh petani-peternak di wilayah ini adalah dengan IB dan kawin alam. Kawin alam dilakukan pada waktu sapi berahi dan inseminator tidak ada, sehingga terpaksa dilakukan kawin alam. Keadaan ini sesuai dengan pernyataan Partodihardjo (1992). bahwa IB memberi kemungkinan memperbaiki ternak-ternak yang bergenetik jelek dengan bibit yang bergenetik baik. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Hadi dan Ilham (2002), bahwa langkah yang ditempuh untuk meningkatkan populasi dan mutu ternak adalah dengan penggalakan teknologi IB.

4.2. Penyediaan Straw dan Nitrogen Cair
Penyediaan straw dan nitrogen cair berasal dari Dinas Peternakan, Kabupaten. Pengambilan straw dilakukan, jika inseminator sudah tidak memiliki persedian, sedangkan nitrogen cair diambil dua minggu sekali. Banyaknya straw yang diambil berdasarkan dana yang ada dan menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Semen beku dibeli dengan harga per dosis Rp 12.000,-, sedangkan nitrogen cair diberikan secara cuma-cuma mengikuti container yang dimiliki inseminator (kapasitas 10 liter dengan type 10XT). Straw yang digunakan adalah ukuran ministraw yang bervolume 0,25 ml dan sebagian besar diproduksi oleh BBIB Singosari, tetapi ada pula straw yang berasal dari BIB Lembang. Alasan penggunaan straw produksi BBIB Singosari dan BIB Lembang, karena hanya produk dari kedua instansi inilah yang disediakan oleh Dinas Peternakan..

4.3. Perlengkapan dan Peralatan Inseminasi Buatan
Pelaksanaan IB kali ini menggunakan metode rectovaginal, adapun peralatan dan perlengkapan yang digunakan oleh inseminator dalam pelaksanaan IB adalah :

1.Container type 10XT (kapasitas 10 liter), Canister dan Termos Lapang
Fungsi container adalah sebagai tempat menyimpan nitrogen cair dan straw agar tidak rusak. Container disimpan dalam kondisi terhindar dari sinar matahari langsung, untuk menghindari penguapan berlebih nitrogen cair agar tidak cepat habis. Canister merupakan tempat untuk menyimpan goblet yang berisi straw. Didalam container yang dimiliki inseminator terdapat 2 canister yang didalamnya berisi masing-masing 25 straw Pejantan Sapi Simental dan 15 straw Pejantan Sapi Limousin dengan ukuran ministraw bervolume 0,25 ml. Termos digunakan sebagai tempat menyimpan nitrogen cair dan straw bila akan dibawa ke lapang, agar straw tetap dalam kondisi normal dan mudah dibawa oleh inseminator. Termos diisi nitrogen cair sesuai volume untuk mempertahankan hidup spermatozoa.
2.Straw
Biasanya inseminator di Wilayah Kecamatan menggunakan ministraw yang berisi semen beku bervolume 0,25 ml. Straw tersebut mempunyai dua sumbat, yaitu :
factory plug atau sumbat pabrik, yaitu bagian ujung straw didalamnya terdapat kapas yang berfungsi untuk mendorong semen pada saat dideposisikan.
laboratory plug atau sumbat laboratorium, tempat straw tersebut di produksi. Bagian ini akan digunting setelah straw dimasukkan kedalam insemination gun kurang lebih 0,5 cm.
3.Insemination Gun
Menurut Toelihere (1993), insemination gun terdiri dari sebatang pipa besi dengan alat penjepit luar dan penghalang di bagian ujung dalam, ada sebatang besi yang dapat dimasukkan dan lebih panjang daripada pipa besi dan selubung plastik steril (plastic sheat) yang menutupi lubang batang pipa besi.
4.Plastic Sheat dan Plastic Gloves
Plastic Sheat merupakan selubung plastik steril yang digunakan untuk membungkus insemination gun, agar tidak kotor waktu dimasukkan ke dalam vulva sampai pada posisi deposisi semen juga sebagai penahan straw agar tidak lepas dari insemination gun sewaktu insenminasi dilaksanakan. Plastic Gloves merupakan sarung tangan plastik yang digunakan untuk membungkus tangan pada waktu palpasi rektal agar tangan tidak terkena kotoran sapi.
5.Pinset dan Gunting
Pinset digunakan untuk mengambil straw dari termos lapang, sedangkan gunting digunakan untuk memotong ujung factory plug pada straw.
Tas kerja Inseminator
Tas kerja Inseminator digunakan untuk menyimpan peralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan IB, sehingga praktis dibawa ke lapang.
6.Bak Air
Bak Air berfungsi sebagai tempat air yang digunakan untuk thawing.

4.4. Deteksi Berahi
Berahi adalah saat hewan betina bersedia menerima kehadiran pejantan untuk melakukan kopulasi. Kopulasi hanya mungkin terjadi pada saat hewan betina berahi, begitu juga dalam pelaksanaan IB (Ihsan, 1997). Pendeteksian berahi di lokasi PKL yang dilakukan peternak kurang baik, hal ini disebabkan masih ada beberapa peternak yang meminta sapinya diinseminasi kembali dalam kurun waktu 3 sampai 10 hari setelah inseminasi dilakukan. Hal ini sangat bertentangan dengan pernyataan Hunter (1982), bahwa sapi yang sehat dan normal, masa berahi akan terulang kembali secara teratur dengan jarak waktu 21 hari.

4.5. Menentukan Waktu Inseminasi
Pelaksanaan inseminasi berdasarkan atas laporan peternak. Apabila ada laporan dari peternak, biasanya inseminator langsung mendatangi. Menurut (Foote, 1999) waktu yang tepat pelaksanaan IB adalah 5 sampai 14 jam setelah tanda-tanda estrus muncul. Pelaksanaan IB pada waktu tersebut akan menghasilkan angka konsepsi yang tinggi. Lebih lanjut Anderson (2004), menyatakan bahwa estrus merupakan waktu ternak betina menerima kehadiran pejantan dan umumnya berlangsung 14 sampai 18 jam.

4.6. Pengamatan Ternak sebelum Inseminasi Buatan
Sebelum inseminasi dilakukan, inseminator mendeteksi ulang keadaan berahi sapi. Tanda-tanda untuk sapi berahi adalah sapi menguak dan gelisah, mengeluarkan lendir bening dari vulva, vulva bengkak dan memerah, berusaha menaik sapi lain dan menjilati badannya. Apabila memungkinkan untuk diinseminasi, maka langsung dilakukan persiapan dan kemudiaan inseminator melaksanakan inseminasi. Tetapi, apabila tidak memungkinkan untuk dilaksanakan inseminasi akibat berahi telah lewat, inseminator memberi pengarahan lebih dulu pada peternak bahwa sebaiknya sapi mereka diinseminasi pada siklus berahi berikutnya dan memberitahukan tanda-tanda berahi yang benar pada pelapor.

4.9. Persiapan Inseminasi
Setelah sampai dilokasi, inseminator langsung mempersiapkan hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaan inseminasi, diantaranya :
1.Peternak menyediakan air bersih pada timba ataupun ember untuk proses thawing yang akan dilakukan inseminator.
2.Sapi diiikat dengan seutas tali yang dililitkan sepanjang badan sampai melintasi bagian belakang paha belakang untuk mencegah sapi menendang, setelah itu dirapatkan pada palangan ataupun pagar untuk memudahkan inseminator dalam melakukan inseminasi.
3.Mengambil straw yang ada dalam termos lapang dengan menggunakan pinset, kemudian dimasukkan kedalam ember ataupun bak yang telah berisi air sumur untuk thawing selama kurang lebih 35 detik.
4.Inseminator menyiapkan insemination gun, plastic sheat dan mengenakan gloves.
5.Straw yang telah dilakukan thawing dimasukkan ke bagian ujung insemination gun pada ujung factory plug (sumbat pabrik) terlebih dulu dengan ujung laboratory plug berada diatas (posisi vertikal). Ujung straw digunting kurang lebih 0,5 cm dari ujung insemination gun.
6.Insemination gun yang telah berisi straw dibungkus dengan plastik sheat, lalu ring pengunci dipasang dan lidi piston ditarik.
7.Lidi piston pada insemination gun secara perlahan didorong sampai kelihatan semen pada ujung plastik sheat, inseminasi siap dilakukan.

4.8. Pelaksanaan Inseminasi
Inseminator menggunakan metode rectovaginal dalam melaksanakan IB sebagai berikut :
1.Tangan kiri yang telah menggunakan gloves dimasukkan kedalam rektum dengan perlahan untuk mencari cervix. Setelah cervix ditemukan, lalu dipegang tangan kiri.
2.Insemination gun dimasukkan kedalam vulva dengan arah miring keatas kurang lebih 40ยบ, selanjutnya tangan kiri membantu ujung insemination gun memasuki lumen cervix sampai pangkal corpus uteri (posisi 4). Semen dideposisikan secara pelan-pelan kurang lebih 0,5cm dari ujung cervix atau pada pangkal corpus uteri (posisi 4).
3.Insemination gun ditarik secara pelan-pelan disertai pengeluaran tangan kiri dari dalam rectum dan kemudian dibersihkan, baik insemination gun ataupun tangan inseminator.

4.10. Pencatatan Hasil Inseminasi Buatan
Pencatatan hasil IB dilakukan dalam dua macam, yaitu pada kartu akseptor inseminasi buatan dan buku register atau buku harian khusus inseminator. Menurut Tolihere (1993), bahwa pencatatan atau recording dalam pelaksanaan IB hampir sama pentingnya dengan semen dari pejantan. Pencatatan diperlukan untuk, menilai keterampilan kerja dan sampai sejauh mana inseminator menguasai teknik inseminasi, menilai kesanggupan peternak dalam mendeteksi berahi, menentukan sebab-sebab kegagalan yang bersumber pada pejantan atau betina, memberikan data untuk penilaian hasil inseminasi dan efisiensi reproduksi, memperkirakan waktu kelahiran yang berhubungan dengan kegiatan pemasaran dan memberi informasi tentang identitas induk dan ayah dari pedet yang lahir dari hasil IB.


4.10. Evaluasi Keberhasilan Inseminasi Buatan
Penilaian hasil IB yang dilakukan, meliputi S/C dan CR. Berdasarkan hasil perhitungan data pada pelaksanaan PKL didapat nilai S/C adalah 1,094 dan CR 91,39%. Semua nilai angka-angka tersebut telah melebihi target dari palaksanaan IB yang telah ditetapkan, sehingga dapat dikatakan pelaksanaan IB diwilayah ini sangat baik.























BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil PKL tentang pelaksanaan IB pada sapi potong di Kecamatan, dan Kabupaten Situbonda dapat disimpulkan bahwa :
1.Metode yang dilakukan dalam pelaksanaan IB adalah metode rectovaginal.
2.Inseminator dirasa cukup terampil dalam melaksanakan deteksi berahi, pendeposisian semen, melakukan thawing dan melaksanakan prosedur IB.
3.Efisiensi Reproduksi pada sapi potong di Wilayah Kecamatan sangat baik, karena dari perhitungan diketahui nilai S/C 1,094 dan CR 91,39%.
4.Pendeteksian berahi oleh peternak yang dilakukan sudah cukup baik, walaupun awal berahi tidak diketahui dengan pasti.
5.Peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam melaksanakan IB sudah cukup memadai.
6.Recording setiap dilaksanakan IB baik pada kartu akseptor maupun buku harian khusus inseminator belum dicatat secara terperinci.

5.2. Saran
1.Pengetahuan peternak tentang tanda-tanda berahi yang benar perlu ditingkatkan melalui penyuluhan rutin dengan melibatkan petugas lapang ataupun inseminator.
2.Recording pelaksanaan IB sebaiknya dibuat secara terperinci untuk mengetahui perkembangan IB di Wilayah Kerja Kecamatan.
3.Pemeriksaan kebuntingan dua sampai tiga bulan setelah pelaksanaan IB terakhir pada sapi-sapi betina perlu dilakukan untuk mengetahui hasil pelaksanaan IB secara pasti serta efisiensi reproduksi sapi-sapi betina yang ada.


DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L., 2004. Managing Reproduction. Department of Animal Science. University of Missouri, Columbia, Missouri USA (http://www.publish.csiro.au). Diakses 11 Agustus 2008.

Anonim, 2004. Pegangan untuk Inseminator Swasta. http//www.deliveri.org /guide- lines/misc/ho12/ho123i.htm. Diakses 25 Maret 2008.

Anonim, 2008. Kabupaten Situbondo. http://www.deptan.go.id/kabupaten_situbondo.htm. Diakses 18 maret 2009.

Foote, R. H., 1999. Artificial Insemination From The Origins Up To Today. Department of Animal Science, Cornell University, Ithaca. New York (http://ecommons.library.cornell.edu). Diakses 11 Agustus 2008.

Hadi, P. U. dan Ilham, N., 2002. Problem dan Prospek Pengembangan Usaha Pembibitan Sapi Potong di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor (http://www.pustaka-deptan.go.id). Diakses 11 Agustus 2008.

Hunter, R.H.F., 1982. Reproduction of Farm Animal. First Edition. School of Agricultural, of Edinburgh. Published in the United States of America by Longman Inc, New York.

Ihsan, M. N., 1997. Penampilan Reproduksi dan Pelaksanaan IB pada Sapi Potong di Kabupaten Blitar. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.

Partodiharjo, S., 1992. Ilmu Reproduksi Ternak. Cetakan Ketiga. Penerbit Mutiara Sumber Widya. Jakarta.

Pennington, A. J., 2003. Diary Reproductive Management using Artificial Insemination, (online), (http://www.uaces.edu/otherreas/publications. HTML/FSA.4007.asp. Diakses pada 11 Agustus 2008.

Susilawati, T., 2002. Optimalisasi Inseminasi Buatan dengan Spermatozoa Beku Hasil Sexing pada Sapi untuk Mendapatkan Anak dengan Jenis Kelamin sesuai Harapan. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.

Toelihere, M. R., 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.

Wiryosuhanto, D. S., 1990. Teknik dan Pengembangan Peternakan. Buletin Peternakan Jakarta.












































LAMPIRAN

1.Waktu Optimum Pelaksanaan Inseminasi Buatan

Tabel Waktu Optimum Pelaksanaan Inseminasi Buatan
Pertama kali terlihat Birahi
Waktu diinseminasi
Terlambat
Pagi
Sore
Hari yang sama
Hari berikutnya (pagi-siang)
Hari berikutnya
Sesudah jam 15.00 hari berikutnya
Sumber : Toelihere (1993)

2.Perencanaan pelaksanaan IB
a.Anamnesa dan Pemeriksaan Birahi
Mendapatkan keterangan dari peternak mengenai terahir kali melahirkan, IB terahir dan kapan menunjukkan tanda-tanda birahi.
Mengetahui kondisi birahi→terlambat, tepat waktu atau terlalu awal.
b.Persiapan Peralatan
Peralatan dipersiapkan di tempat yang teduh dan dekat dengan tempat pelaksanaan IB.
c.Persiapan Hewan Betina
Hewan betina dipersiapkan agar mudah dalam pelaksanaan IB dengan menemoatkan pada kandang jepit ataupun tempat khusus.
d.Thawing
Thawing yang ideal dan benar adlah sampai terlihat adanya gelembung udara pada straw, dengan mencelupkan straw pada air ±30detik.
Prosedur Thawing:
Siapkan timba yang berisi air.
Tarik canister→setinggi leher container.
Ambil piset→celupkan pada nitrogen cair dan ambil straw.
Masukkan straw kedalam timba yang berisi air.
Kembalikan camister pada posisi semula.
Straw yang sudah di thawing harus segera digunakan.
e.Pemasanga Straw Pada Insemination Gun
Ambil straw dari tempat thawing→pegang ujung faktpry plug.
Tarik piston insemination gun ±15cm→tahan dengan jari manis tangan kiri, kemudian masukkan straw pada tempatnya di insemination gun.
Pegang insemination gun secara vertikal, gunting straw dengan hati-hati ±0,5cm.
Pasang plastik sheet dan kunci dengan rapat.
Insemination gun siap digunakan.
f.Pemasukan Insemination Gun kedalam Intra Uteri (posisi 4)
Pasang plastik glove pada tangan kiri.
Masukkan tangan kiri kedalam rektum, bersihkan vulva dengan tangan kanan.
Masukkan insemination gun dengan sudut miring ke atas.
Dorong insemination gun dengan pengarahan tangan kiri sampai ke servik
Masukkan insemination gun ke lubang servik dan cari posisi 4 (0,5cm-1cm setelah servik).
g.Penyemprotan Semen
Penyamprotan semen dilakukan secra perlahan-lahan (3-5 detik) pada posisi 4/intra uteri, kemudian slauran reproduksi dimasase secara halus.
h.Sanitasi Peralatan dan Lingkungan
Plastik sheet, straw dan plastik glove di buang ditempat sampah, insemination gun dibersihkan.